Gak Maksud Gitu…

Dalam perjalanan pulang dari ritual pagi antar si bungsu ke sekolah pagi itu, saya mengalami 2 kehampiran (halah, entahlah ini masuk EYD apa bukan)

Pertama, hampir nyerempet mobil. Posisi motor saya diam, cuman entah kenapa saya kehilangan keseimbangan dan kemudi motor hampir mengenai bodi mobil yang sedang lewat di sebelah saya.

Kedua, hampir kesiram air. Melewati sebuah rumah mungil bertingkat, tiba-tiba ada guyuran air dari balkon lantai 2. Byuuuur. Persis di depan motor saya. 1 detik motor saya lebih cepat, maka basahlah saya.

Sambil melanjutkan perjalanan, sinetron biker (para pengendara sepeda motor) mulai diputar. Oh iya, tahu gak sih kalau kita naik motor tuh sering banget bikin sinetron. Kadang banyak ide tulisan, inspirasi, wangsit yang muncul, niatnya di rumah mau direalisasikan. Eh, entah kenapa baru sampai pagar rumah sudah lupa.

Well Anyway, tulisan ini salah satu hasil sinetron saya setelah hampir kena siram

Lanjut sinetronnya ya…

Saya berandai-andai kalau kesiram. Trus saya hentikan motor saya, saya ketok pintu rumahnya dalam keadaan basah kuyup, trus ceritanya mau marah-marah dst dst.

Tapi kok yang ada di pikiran saya dia pasti akan bilang, “Maaf yaa mas, gak ada maksud sama sekali. Gak sengaja. Saya enggak tahu kalau airnya sampai ke bawah sana.”

Hmm, dipikir-pikir iya juga sih. Mana aja sih orang sengaja nyiram. Paling pol, alasan dia bener juga : (saya) enggak tahu.

Sahabat,
Kisah kecil ini membuat kesadaran baru untuk saya bahwa tidak ada seseorang yang sengaja berbuat sesuatu yang menyakiti orang lain. Karena di dalam diri kita sudah tertanam hati yang baik. Semua orang terlahir dengan hati yang baik ini.

Nah, kalaupun saya kesiram (baca : ceritanya saya tersakiti), ternyata ketika saya konfirmasi ke pelakunya dia mengaku tidak sengaja dan tidak tahu. Lalu, bagaimana sebaiknya respon saya dong?

Kalaupun saya memilih untuk kesal dan ternyata yang bersangkutan tidak merasa melakukannya, lalu akan kemanakah rasa kesal ini bermuara?

Ya Rasulullah, apakah tidak sebaiknya saya timpakan gunung itu kepada mereka (Orang-orang yang menghina dan mencelamu), “ pinta Malaikat penjaga gunung geram atas hinaan pada Rasulullah. “Tak usah wahai malaikat, mereka hanyalah orang-orang yang belum tahu. Semoga Allah membukakan hati mereka pada kebenaran”, jawab Rasulullah seraya tersenyum.

Epilog

… tidak ada orang yang sengaja ingin menyakiti hati saudaranya. Kalaupun ada, pasti karena ketidaktahuannya. Dan memaafkan selalu lebih utama

“Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik daripada sedekah yang diiringi tindakan yang menyakiti.”

(QS.Al-Baqarah:263)

Tapi kan dia mencuri uang saya! Kayaknya dia belum tahu konsekuensinya mencuri deh.

Tapi kan dia kasar sama saya! Kayaknya dia benar-benar tidak tahu kalau sikapnya menyakiti orang lain deh. Mungkin hal ini biasa di keluarganya

Tapi kan.. tapi kan…

Ibnu Hibbaan rahimahullah berkata :

“Memberi udzur (kepada orang lain) menghilangkan kegelisahan, melenyapkan kesedihan, menolak kedengkian, menyirnakan penghalang dari saudara…
Seandainya sikap memberi udzur kepada saudara (yang bersalah) hanya memiliki satu keutamaan yang terpuji yaitu menghilangkan sikap ujub dari jiwa seketika itu juga, maka wajjb bagi orang yang berakal untuk tidak meninggalkan sikap memberi udzur kepada saudara pada setiap kekeliruan…

(Roudhotul ‘Uqolaa’ hal 186)

Read more

Best Regards,

The World of Gusnul Pribadi

Leave a comment