Melupakan.Nya

Setiap kita pasti punya pengalaman yang bisa diambil hikmahnya. Hari ini saya ingin bercerita pengalaman saya. Dengan anak-anak yang sudah beranjak dewasa. Yang besar sudah 17 tahun sekarang, adiknya 14 tahun. Singkat cerita, sesekali mereka main ke rumah teman mereka.

Pernah anak saya bercerita bahwa orang tua teman anak saya ini membelikan anaknya makanan yang belum pernah mereka makan. Sesekali juga pernah bercerita bahwa temannya diajak pergi ke suatu tempat yang belum pernah anak kami kunjungi. Ya, namanya juga era sosial media. Udah jamaklah stalking kepo-kepo gini kaan.

Tentunya dua pengalaman temannya di atas memberikan impresi tersendiri buat anak-anak kami. “Ayah kayak ayahnya si fulan dong, dia mah begini begini begini…”.

Saya hanya menghela nafas, antara kesal dan mencoba bersabar bercampur. Mengingat jangan-jangan dulu saya waktu masih kecil pernah melakukan hal serupa pada orang tua saya.

Teringat dengan topik kajian Quranic Business Series tanggal 23 Juli 2021 kemarin tentang bagaimana kita merespon kriris. Bagaimana Nabi Musa mengajak kaumnya untuk bersyukur dengan melihat kembali nikmat yang sudah Allah berikan sebelum episode berat dan lamanya perjalanan eksodus mereka dari Mesir ke Palestina.

Kesyukuran yang utama adalah lepas dari cengkeraman Fir’aun, karena itu yang dikeluhkan selama masa perbudakan Bani Israil di Mesir. Dampaknya adalah anak-anak laki-laki mereka yang tidak akan dibunuhi lagi di masa depan, dan juga selamat dari kejaran pasukan Fir’aun di laut Merah.

Kembali ke anak-anak saya. Saya juga ceritakan apa-apa yang sudah didapatkan selama 17 (dan 14) tahun berlalu. Kemana saja kami pernah pergi, barang-barang apa yang pernah mereka miliki. Tujuannya untuk menggugah rasa syukur mereka atas apa yang sudah Allah berikan. Bahwa mereka sudah ternyata sudah pernah mendapatkan apa yang teman-teman mereka dapatkan hari ini.

Tapi dua hal yang saya pelajari dari anak saya.

Pertama, Bahwa kita tidak perlu berharap apapun dari makhluk. Karena ujungnya pasti kekecewaan. Waktu yang akan menjawab. Banyak hal yang kita baru pahami tentang perlakukan orang tua kita dulu ketika kita juga sudah jadi orang tua.

Oh, jadi ini yang dulu dirasakan oleh papa mama kita

Kedua, semakin banyak kita memberi, semakin besar peluang kita untuk dilupakan. Maka jadilah legowo, besar hati. Karena terlalu sering memberi, jadi pemberian itu berpotensi akan dirasa biasa saja. Tapi itu tidak membuat orang tua untuk berhenti memberi ke anak-anaknya kan? Walaupun terkadang ada orang tua yang dibentak, dicuekin, dicibir.

Dan itu tidak membuat kita untuk berhenti berbuat baik hanya karena orang-orang yang kita beri tidak merespon seperti yang kita inginkan.

Eh, Jangan-jangan kita juga dulu seperti itu.

Dan ujung dari tulisan ini adalah sebuah jawaban mengapa (baca : pantes aja) kita sangat sering lupa dan abai pada DZAT yang telah memberikan semuanya pada kita, saking banyaknya, saking seringnya, saking tak terhitungnya. Jadi terasa biasa aja. Ya, Dialah Allah Subhanahu wa Ta’ala

Best Regards
The World of Gusnul Pribadi

Super Mario Bros

Masih ingat game Mario Bros. Pertama kali kita mainkan game itu, kita tidak tahu rute apa yang dihadirkan Nintendo untuk kita.
Kita tak tahu bahwa nanti :

• Akan ada 8 level
• Akan ketemu jurang
• Akan masuk pipa ke bawah tanah
• Akan berenang di laut
• Akan mengumpulkan koin-koin yang kalau bisa ditukar dengan nyawa.

Bahkan kita tidak tahu berapa lama kita akan bermain. Berapa lama menyelesaikan 1 level.

Parahnya, setelah permainan selesai kita baru tahu bahwa misi kita sebenarnya adalah menyelamankan sang putri dari tawanan sang naga.

Mirip hidup kita ya…

• Kalau dapat jamur hijau (1UP) makan nambah satu nyawa. Seperti peluang.
• Kalau dapat jamur coklat maka tubuh kita membesar. Seperti jabatan
• Kalau dapat bunga maka kita bisa menembak bola api. Seperti fasilitas
• Tapi kalau kesenggol anjing, maka kita bisa mengecil atau mati. Seperti apa ini ya?

Semakin dianalogikan.
Semakin persis dengan permainan hidup kita. .

Maka juaranya adalah mereka yang tahu sejak awal bahwa tujuan mereka adalah menyelamatkan sang putri. Sehingga dia paham apa yang perlu dilakukan dan tidak banyak berbuat yang sia-sia.

Juaranya adalah yang bisa merespon dengan respon terbaik
• Ketemu lubang, lompat. Bukan nyebur.
• Ketemu koin, kumpulkan untuk ditukar dengan sesuatu kelak. Bukan untuk ditumpuk2.
• Ketemu anjing, injak. Bukan senggol
.

Masalahnya cuma satu.
Sekali kita berbuat kesalahan dalam permainan kehidupan. Maka tidak akan pernah bisa di-restart untuk memperbaikinya.

Mari miliki respon terbaik dalam permainan ini. Selamatkan sang putri!

Gak Maksud Gitu…

Dalam perjalanan pulang dari ritual pagi antar si bungsu ke sekolah pagi itu, saya mengalami 2 kehampiran (halah, entahlah ini masuk EYD apa bukan)

Pertama, hampir nyerempet mobil. Posisi motor saya diam, cuman entah kenapa saya kehilangan keseimbangan dan kemudi motor hampir mengenai bodi mobil yang sedang lewat di sebelah saya.

Kedua, hampir kesiram air. Melewati sebuah rumah mungil bertingkat, tiba-tiba ada guyuran air dari balkon lantai 2. Byuuuur. Persis di depan motor saya. 1 detik motor saya lebih cepat, maka basahlah saya.

Sambil melanjutkan perjalanan, sinetron biker (para pengendara sepeda motor) mulai diputar. Oh iya, tahu gak sih kalau kita naik motor tuh sering banget bikin sinetron. Kadang banyak ide tulisan, inspirasi, wangsit yang muncul, niatnya di rumah mau direalisasikan. Eh, entah kenapa baru sampai pagar rumah sudah lupa.

Well Anyway, tulisan ini salah satu hasil sinetron saya setelah hampir kena siram

Lanjut sinetronnya ya…

Saya berandai-andai kalau kesiram. Trus saya hentikan motor saya, saya ketok pintu rumahnya dalam keadaan basah kuyup, trus ceritanya mau marah-marah dst dst.

Tapi kok yang ada di pikiran saya dia pasti akan bilang, “Maaf yaa mas, gak ada maksud sama sekali. Gak sengaja. Saya enggak tahu kalau airnya sampai ke bawah sana.”

Hmm, dipikir-pikir iya juga sih. Mana aja sih orang sengaja nyiram. Paling pol, alasan dia bener juga : (saya) enggak tahu.

Sahabat,
Kisah kecil ini membuat kesadaran baru untuk saya bahwa tidak ada seseorang yang sengaja berbuat sesuatu yang menyakiti orang lain. Karena di dalam diri kita sudah tertanam hati yang baik. Semua orang terlahir dengan hati yang baik ini.

Nah, kalaupun saya kesiram (baca : ceritanya saya tersakiti), ternyata ketika saya konfirmasi ke pelakunya dia mengaku tidak sengaja dan tidak tahu. Lalu, bagaimana sebaiknya respon saya dong?

Kalaupun saya memilih untuk kesal dan ternyata yang bersangkutan tidak merasa melakukannya, lalu akan kemanakah rasa kesal ini bermuara?

Ya Rasulullah, apakah tidak sebaiknya saya timpakan gunung itu kepada mereka (Orang-orang yang menghina dan mencelamu), “ pinta Malaikat penjaga gunung geram atas hinaan pada Rasulullah. “Tak usah wahai malaikat, mereka hanyalah orang-orang yang belum tahu. Semoga Allah membukakan hati mereka pada kebenaran”, jawab Rasulullah seraya tersenyum.

Epilog

… tidak ada orang yang sengaja ingin menyakiti hati saudaranya. Kalaupun ada, pasti karena ketidaktahuannya. Dan memaafkan selalu lebih utama

“Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik daripada sedekah yang diiringi tindakan yang menyakiti.”

(QS.Al-Baqarah:263)

Tapi kan dia mencuri uang saya! Kayaknya dia belum tahu konsekuensinya mencuri deh.

Tapi kan dia kasar sama saya! Kayaknya dia benar-benar tidak tahu kalau sikapnya menyakiti orang lain deh. Mungkin hal ini biasa di keluarganya

Tapi kan.. tapi kan…

Ibnu Hibbaan rahimahullah berkata :

“Memberi udzur (kepada orang lain) menghilangkan kegelisahan, melenyapkan kesedihan, menolak kedengkian, menyirnakan penghalang dari saudara…
Seandainya sikap memberi udzur kepada saudara (yang bersalah) hanya memiliki satu keutamaan yang terpuji yaitu menghilangkan sikap ujub dari jiwa seketika itu juga, maka wajjb bagi orang yang berakal untuk tidak meninggalkan sikap memberi udzur kepada saudara pada setiap kekeliruan…

(Roudhotul ‘Uqolaa’ hal 186)

Read more

Best Regards,

The World of Gusnul Pribadi

Perasaan Dulu Gak Gini-Gini Amat Deh

“Soal SD kelas 5 tak bisa dipecahkan dengan pemahaman SD kelas 1, kecuali Anda adalah anak SD kelas 1 yang diberi soal SD kelas 5”

 

photo_2018-03-04_19-13-26

Tulisan ini masih sekuel dari tulisan  sebelumnya : Jangan Menunggu Sempurna , di paragraf akhir saya tulis tentang bambu runcing. Masih ingat?

Saya ingin kita semua membayangkan situasinya, kalau metode bambu runcing itu digunakan untuk perang hari ini , kira-kira apa yang terjadi? Yes, bisa jadi pasukan bambu runcing ini akan kalah kocar-kacir.

Bambu runcing, di medio 1900-an adalah usaha paling maksimal yang bangsa ini miliki. Catat lagi : usaha maksimal! Jadi hari ini kita sudah tidak bisa lagi berpikir, “Dulu aja bambu runcing bisa memerdekakan bangsa ini, masa sih sekarang gak bisa…”

***

Hari ini, banyak dari kita yang sering berpikir bahwa hidup ini tidak seperti 10 tahun yang lalu. Semua serba sulit. Dulu rasanya jualan itu gampang ya, dulu dapetin klien rasanya mudah ya, dan hal-hal lain yang serupa…

Sahabat,
Ketahuilah bahwa Allah Maha Baik.

Waktu itu, walaupun kita belum tahu banyak. Namun kita berusaha banyak untuk tahu. Mungkin itulah yang mengundang rahmat-Nya untuk memberikan kejayaan yang kita banggakan hari ini. Kejayaan yang ingin Anda ulang namun tak kunjung datang.

Waktu berjalan,
Allah ingin kita naik kelas…
Allah ingin kita lebih tahu…
Allah ingin kita lebih dekat kehadirat-Nya…
Untuk itu, Allah uji dengan soalan yang lebih sulit…
Layaknya anak SD kelas 5 yang mau naik ke kelas 6…

Maka ada hal-hal yang dulunya belum perlu kita pelajari, kini harus
Maka ada hal-hal yang dulunya belum perlu kita pahami, kini harus
Maka ada hal-hal yang dulunya belum perlu kita tahu, kini harus

Kalau mau naik kelas…
Jangan puas dengan cara yang mudah (hanya karena dulu cara ini bekerja)
Kerjakanlah segala sesuatunya dengan benar, walau sulit di awal

Dah, gitu aja…
Best Regards,
The World of Gusnul Pribadi
A note to Myself

 

Jangan Menunggu Sempurna

Talk Doesn’t Cook Rice…

Hasil gambar untuk tum chalo to hindustan chale lyrics

Dan anak kecil itu berdiri menatap pohon tumbang melitang jalan. Hujan mulai rintik, semua orang berlarian masuk ke dalam mobil, berteduh di bawah naungan.

Gerutu-gerutu mulai terdengar.
“Terlambat ke kantor.”
“Pesanan yang ditunggu.”
“Ditunggu teman di kafe.”

Tapi anak itu tetap berdiri mematung memandang pohon tumbang melintang jalan. Tak ada mobil maupun motor yang bisa melintas. Hujan menderas, sejurus anak ini berlari berteriak menumbuk pohon. Dia dorong pohon itu sekuat raga agar tergeser dari jalan. Tak sesentipun bergerak. Erangan suaranya terdengar menembus udara basah.

Tak berapa lama, 5 orang anak seumurannya datang membantunya untuk mendorong pohon itu. Masih tetap, tumbang melintang jalan.

Satu dua mata dewasa mulai melihat drama haru ini, mereka yang duduk manis di bus kota, mereka yang hangat kering di dalam mobilnya, mereka yang berteduh nyaman di naungan, mulai diliput rasa bersalah.

Satu dua tubuh dewasa mulai bergerak merangsek menuju pohon tumbang yang melintang jalan , mengambil tempat di sela-sela anak-anak peduli itu.

Puluhan orang kini bahu membahu mengangkat pohon tumbang itu dari melintang di tengah jalan dan…. mereka berhasil melakukannya

***

Talk Doesn’t Cook Rice…
Bicara dan bergumam saja tidak akan membuat nasi matang. Seseorang perlu berbuat, walau masih jauh dari kesempurnaan tapi itu kondisi terbaik yang dia punya.

Dari ‘Aisyah RA. ia berkata: “Rasulullah SAW. bersabda, ‘Orang yang mahir membaca Alquran, maka nanti akan berkumpul bersama-sama para malaikat yang mulia lagi taat. Dan orang yang terbata-bata ketika membaca Alquran dan terasa berat baginya, maka ia akan mendapatkan dua pahala (HR. Bukhari dan Muslim).

Sahabat,
Sudahkah kita berikan yang terbaik?
Walau masih terbata
Walau masih ada kesibukan
Walau masih tertatih

Masih ingat legenda heroik bambu runcing bangsa ini versus senjata canggih para penjajah? Itulah kondisi terbaik yang bangsa ini miliki dan lihat bagaimana Allah memenangkan bangsa ini

Sama seperti anak itu, logika kita mengatakan bahwa anak ini takkan bisa menggeser pohon. Dan lihat bagaimana Allah kirimkan bala bantuan pada sang anak untuk menyelesaikan misinya…

Tergesernya pohon itu adalah proyek sang anak
Dia yang memimpikannya
Dia yang memulainya

Just do your best
And Allah knows what the best for you

Kemenangan..
Kekalahan…
Keberhasilan…
Kegagalan…
insyaallah Semua baik…

Menang, berhasil, lalu bersyukur. Itu baik
Kalah, gagal, lalu bersabar. Itu baik
Syaratnya, kita telah usahakan yang terbaik

Ingin menyaksikan bagaimana kisah lengkap anak ini?
KLIK DI SINI

Best Regard, 
The World of Gusnul Pribadi

Ketika Hasrat Belanja Berhenti Mengejar (Anak) Anda : Sebuah Eksperimen

“Gini aja. Ambil aja apa semua yang kamu suka, nanti balikin lagi…”

Wah, tiba-tiba aja Cacha nyeletukin ide brilian itu. Di kala ketiga anak lainnya sedang sangat emosional pengen beli “sesuatu” di toko mainan yang melambai-lambai di ujung waktu kepulangan kami dari Legoland Malaysia.

Bagaimana tidak, namanya juga anak-anak, setiap lihat toko ada aja yang pengen diminta kan? Ngaku aja, dulu situ juga gitu kali ya waktu kecil. Bisa-bisa sampai guling-gulingan di lantai minta mainan.

Dan, namanya juga emak-emak dan bokap-bokap. Kebanyakan juga suka nolak kalau ada anak-anak yang dikit-dikit minta dibeliin mainan. Ya, beda tipis lah antara pelit dan realistis. Hahaha.

Ok, balik ke idenya Cacha.

Kenapa good idea? Karena bertahun-tahun menemani ibu-ibu belanja. Dari toko-toko grosiran sampai factory outlet branded di luar negeri, saya menemukan bahwa sebagian dari para pembeli itu merasa senang ketika mengambil barang-barang dimaksud dari etalase toko.

OK. Lalu saya instruksikan keempat krucil itu untuk mengambil troli dan mengambil apapun yang mereka mau. Dengan gesit keempat anak itu berlarian di koridor-koridor toko mainan itu. Masing-masing dengan kerinduannya untuk memiliki barang yang mereka maui.

Kontestan Pertama

Kontestan Kedua

Kontestan Ketiga

Kontestan Keempat

Setelah semua kontestan ini “belanja” cukup banyak. Tak lama kemudian mereka saya kumpulkan untuk melihat barang-barang apa yang sudah mereka ambil. Ini dia fotonya.

Semua kontestan dengan hasil belanjaannya

Dan tibalah waktu penentuannya :

“Ok, sekarang kembalikan semuanya ke tempatnya. Dan ayah tunggu di luar toko. SEKARANG!”

Dan ternyata semua baik-baik saja tanpa belanja

Dan ternyata di situlah kepuasan belanja. Ketika bebas mengambil barang tanpa memikirkan biayanya, tanpa perlu dibawa pulang hahaha ^_^

“Ambil apa yang kau mau, bayar apa yang kau perlu”

SELAMAT MENCOBA!

Best Regards,

The World of Gusnul Pribadi

Iman yang Tak Terwaris

Self Collection
Seseorang berdoa di depan Multazam

Awal Mei 2017, saya membersamai perjalanan monumental seorang muallaf. Pemuda berusia awal 30-an yang berangkat bersama istri yang dinikahinya di akhir tahun 2016 pasca dia memeluk Islam. Sebut saja namanya Mas Boy.

Beberapa kali Mas Boy sempat mengurungkan niatnya mengikuti perjalanan ini.

“Kayaknya saya belum siap deh. Saya tidak tahu apa yang saya harus lakukan nanti di sana”

Raut wajah gundah terlihat.
Semacam pelajar yang mau menghadapi ujian negara. Namun istrinya selalu menguatkan niatnya untuk tetap ikut dalam perjalanan ini.

Ya, untuk seorang yang baru belum genap setahun memeluk Islam, perjalanan umroh pasti akan menyimpan kegalauan tersendiri. Jangankan Mas Boy, terkadang kami-kami yang sudah mengenal Islam sejak lahirpun sering galau. Kenapa rupanya?

Ya, galaunya terkadang muncul karena seseorang sering dibuat panik dengan bacaan doa yang perlu dibaca. Doa-doa itu tercetak di buku tebal, mungkin ratusan halaman, yang dianggap perlu dihafalkan atau dilafadzkan saat menjalani rangkaian ritual umroh. Dan itu juga yang sempat dirasakan Mas Boy.

ITU TSA MAS, BUKAN SA

Setelah melewati beberapa kali diskusi ringan, akhirnya Mas Boy membulatkan niatnya. Beberapa orang memberikan masukan pada Mas Boy untuk menghidupkan hati, karena selain fisik, hubungan kalbu dengan Rabb-nya di tanah yang suci ini menjadi peran penting dalam suksesnya perjalanan umroh.

“Hidupkan hatimu Mas. Rasakan apa yang kamu rasakan. Lihat yang kamu lihat. Dan dengar yang kamu dengar. Setiap hal yang kamu lihat, dengar dan rasakan di sana adalah hikmah”

Di Masjid Nabawi, setelah sholat subuh dan dzuhur di hari pertama kami menjejakkan hari di Madinah, saya merasa menjadi orang yang paling egois.

Saya lihat Mas Boy bingung apa yang harus dilakukannya setelah sholat. Sementara dia melihat ratusan orang sedang sibuk dalam bacaan Qur’an. Beberapa yang lain asyik berdiskusi tentang ilmu agama. Sementara ada juga yang menyengajakan dirinya mendengar kajian-kajian ilmu yang diadakan di sudut-sudut Masjid Nabi ini.

“Sudah bisa baca huruf Arab Mas?”, tanya saya.
“Nuke (istri Mas Boy – pen) sudah ajarkan beberapa, belum banyak”, jawabnya.
“Mau saya ajarkan?”, tawar saya.

Tanpa menunggu jawabannya, saya membuka buku catatan kecil di tas selempang hitam yang selalu saya bawa kemana-mana.

Saya robek beberapa halaman dan membagi setiap halaman menjadi 6 bagian. Pelan-pelan saya tuliskan huruf hijaiyah di robekan-robekan kertas berukuran 2 x 2 cm itu.

A. BA. TA. TSA. JA. HA. KHO…

Dan kami memulai rutinitas itu setiap selesai beberapa sholat fardhu sampai selama kami berada di Madinah.

“Ini ‘tsa’ mas, bukan ‘sa'”, kata saya sambil menjepitkan ujung lidah saya diantara geligi atas dan bawah sambil meniup ringan mendesiskan lafadz antara ‘ta’ dan ‘sa’.

Bukan hal mudah ternyata buat Mas Boy, namun semangatnya untuk mahir mengucapnya membuat saya terkesan. Tadinya saya khawatir dia malu kalau sampai harus diajari membaca huruf-huruf ini seperti anak SD. Tapi ternyata perkiraan saya salah total.

Huruf Hijaiyah tulisan Mas Boy


SEMANGAT MEMBARA

Di suatu saat, satu jam menjelang sholat Jumat, shaf-shaf terdepan masjid Nabawi ini sudah disesaki jamaah. Luar biasa memang semangat beribadah sahabat-sahabat dari seantero bumi ini.

Seperti biasa, saya berniat membuka robekan-robekan huruf yang sudah saya tuliskan untuk Mas Boy. Tapi kondisi yang sudah agak sesak membuat saya kesulitan. Akhirnya saya putuskan untuk membantu Mas Boy menulis.

Saya berikan contoh untuk diulang 9 kali. Mungkin persis seperti buku lembar siswa taman kanak-kanak ketika belajar alfabet. Sekaligus digabung dengan pelajaran tanda baca. Ya, setahu yang saya bisa, saya ajarkan. Sampai huruf ‘ain.

“… ‘a, ‘i, ‘u…”

Agak sulit Mas Boy melafadzkan huruf yang ini. da penekanan di pangkal tenggorokan untuk mengucapnya.

“..’a, ‘a, ‘a…”

Sampai seseorang di depan kami menengok pada kami. Mungkin dari Irak. Dia tersenyum pada kami dan membalikkan badannya. Dengan bahasa pengantar yang tidak kami pahami, dia dengan tulus membantu Mas Boy melafadzkan huruf ini.

 

BUKAN JAMINAN

Saya, yang merasa “mewarisi” Islam dari orang tua dan lingkungan saya, tidak berarti akan lebih baik, lebih pintar, lebih sholeh dibandingkan Mas Boy. Bahkan di beberapa hal, saya merasa Mas Boy saat itu lebih merasakan nikmatnya iman dibanding saya.   

Jadi ingat lagu Raihan….

Iman adalah mutiara
Yang menyakini Allah
Maha Esa Maha Kuasa

Tanpamu iman bagaimanalah
Merasa diri hamba padaNya
Tanpamu iman bagimanalah
Menjadi hamba Allah yang bertaqwa

Iman tak dapat diwarisi
Dari seorang ayah yang bertaqwa
Ia tak dapat dijual beli
Ia tiada di tepian pantai

Walau apapun caranya jua
Engkau mendaki gunung yang tinggi
Engkau merentas lautan api
Namun tak dapat jua dimiliki

Jika tidak kembali pada Allah

(By RAIHAN)

Banyak hal yang dia resapi dalam hidupnya dan dalam perjalanan singkat ini. Semangatnya luar biasa walau di hari kelima hidungnya mulai meler dan tubuhnya mulai demam, dia tetap sholat 5 waktu di Masjidil Haram. Bahkan sekali dia niatkan thawaf sunnah di pelataran Ka’bah di tengah terik matahari ba’da Dzuhur.

 Best Regards, 
The World of Gusnul Pribadi

Follow IG saya @gusnulpribadi
Follow IG komunitas saya @futureinc_id
Bergabung di channel http://t.me/gusnulpribadi

Unitlink dan Bawang Ketoprak

Tol Jakarta – Merak , 27 April 2018

Yang spesial dari komoditas yang satu ini bahwa hampir seluruh menu masakan indonesia menggunakan benda ini untuk membangkitkan rasa gurih ketika dipadu dengan garam.

Betul, dia adalah BAWANG.

Dan tahukah bahwa harga bawang ini sangat fluktuatif sampai-sampai ada laman khusus dari pemerintah untuk memantau harga bawang harian. Ya, HARIAN.

Silakan dicek di sini :

https://ews.kemendag.go.id/bawangmerah/DailyPriceBawang.aspx

Dan marilah kita simak kisah kedua warung ketoprak di bilangan Jakarta Selatan ini. Keduanya sama-sama ramai dan citarasanya yang mantap. Kata orang-orang, bawangnya berani!


WARUNG
HEMAT
Sesuai namanya, hemat di biaya. Itu aja.


WARUNG
TEPAT
Ada yang unik sama warung ini. Tiap pelanggannya punya semacam kartu member. Di harganya tercantum tambahan beberapa rupiah. Namanya “biaya kenikmatan”.

***

Suatu hari di tahun 2015

Harga bawang naik cukup signifikan. Hari-hari pertama Warung Hemat masih bertahan. Namun lama-lama mereka sudah tidak kuat menyajikan ketoprak dengan cita rasa dahsyatnya. Pelanggan mulai merasa tidak nyaman.

Pekan berikutnya, Warung Hemat berpikir bahwa mereka tida ingin lagi mengorbankan rasa. Dan konsekuensinya, mereka menaikkan harga ketoprak andalannya 20% dari harga normalnya. Kembali, beberapa pelanggan cemberut dibuatnya.

Serba salah..

Tapi mari kita tengok Warung Tepat. Pelanggannya tetap ramai seperti biasa. Membernya tetap menikmati hidangan favorit mereka dengan senyum. Ada apa?

Ternyata para member ini baru merasakan apa yang selama ini mereka ikhlaskan. Biaya kenyamanan ini yang tetap membuat cita rasa Ketopraknya terjaga.

Di saat harga bawang melonjak naik, biaya simpanan ini yang membuat para pelanggan ini tetap menikmati semaian bawang di dalam bumbu Ketoprak favorit mereka.

Bahkan saat pelanggan tidak punya uang buat makan, mereka boleh ambil “tabungannya” untuk tetap menikmati ketoprak nikmat seperti hari-hari biasanya.

***

Sahabat,
Tidak ada yang salah dalam keduanya.
Yang ada hanyalah konsekuensi atas pilihan.

Saat Warung Hemat tetap memaksakan diri untuk memberikan citarasa normal dengan harga normal dalam kondisi harga bawang yang sedang naik, maka secara teknis akan ada penurunan profit, operasional yang dipangkas : AC yang tak lagi dinyalakan, pegawai yang perlu dikurangi, sampai mungkin harus pindah ke tempat yang lebih kecil untuk mengurangi biaya sewa.

Kita sebagai pelanggan mungkin akan bilang ,”Ya itu kan risiko Anda buka warung Ketoprak”. ^_^

Dan kita lihat bagaimana Warung Tepat mencoba mengamankan kenyamanan pelanggannya. Mereka  menyimpankan uang pelanggannya untuk jaga-jaga kalau di masa depan harga cabe atau bawang naik, para pelanggan tetap mendapatkan kenyamaman seperti biasa dari harga dan cita rasa. Dan , uang kenyamanan itu tetaplah milik pelanggan. Warung Tepat hanya menyimpankannya….

***

Dan itulah kira-kira Unit Link.
Ini adalah program ASURANSI (syariah) yang berbasis investasi. BUKAN produk investasi.

Sebagian kecil dari premi yang dibayarkan disimpankan dalam bentuk unit investasi. Untuk apa? Untuk menjaga kenyamanan nasabahnya agar tetap dapat mendapatkan hak asuransi nya saat dibutuhkan.

• Saat kalau-kalau lupa bayar premi, maka biaya premi akan dibayarkan oleh cadangan unit investasi ini 

• Saat kalau-kalau gagal debet rekening yang dapat menyebabkan sebuah polis jadi nonaktif tanpa kita sadari, maka cadangan unit investasi ini yang mengamankan

• Saat kalau-kalau terjadi ketiadaan cashflow untuk membayar premi bulanan, maka biaya asuransi akan ditalangi oleh cadangan unit investasi ini sehingga polis tidak serta merta hangus

• Dan jika 3 hal di atas tidak harus terjadi, maka unit investasi cadangan yang tersimpan masih tetap menjadi milik nasabah.

Unit Link,
Justru penting untuk menjaga agar fungsi asuransinya dapat berjalan sesuai rencana sehingga keluarga kita tetap nyaman karenanya.

Yang terpenting, seseorang perlu menahami bagaimana produk fenomenal yang adil dan humanis ini bekerja agar dapat berfungai optimal.

Best Regards, 

The World of Gusnul Pribadi

Terpikat oleh Sang Pengusaha Muda

Dan kitapun harus #AlwaysLearn, belajar dari apapun, siapapun dan dimanapun. Dan kali ini seorang sosok muda bernama Rendy Saputra berhasil memikat hati saya.

Awalnya saya menonton klip YouTube beliau berjudul “Bisnis Kokoh, Bisnis Ayam Kampung”

Jadi, nampaknya saya akan meromendasikan Anda semua untuk berkunjung ke Sekolah Bisnis Dua Kodi Kartika atau #SBDKK , atau KLIK DISINI

 

Best Regards,
The World of Gusnul Pribadi