Melupakan.Nya

Setiap kita pasti punya pengalaman yang bisa diambil hikmahnya. Hari ini saya ingin bercerita pengalaman saya. Dengan anak-anak yang sudah beranjak dewasa. Yang besar sudah 17 tahun sekarang, adiknya 14 tahun. Singkat cerita, sesekali mereka main ke rumah teman mereka.

Pernah anak saya bercerita bahwa orang tua teman anak saya ini membelikan anaknya makanan yang belum pernah mereka makan. Sesekali juga pernah bercerita bahwa temannya diajak pergi ke suatu tempat yang belum pernah anak kami kunjungi. Ya, namanya juga era sosial media. Udah jamaklah stalking kepo-kepo gini kaan.

Tentunya dua pengalaman temannya di atas memberikan impresi tersendiri buat anak-anak kami. “Ayah kayak ayahnya si fulan dong, dia mah begini begini begini…”.

Saya hanya menghela nafas, antara kesal dan mencoba bersabar bercampur. Mengingat jangan-jangan dulu saya waktu masih kecil pernah melakukan hal serupa pada orang tua saya.

Teringat dengan topik kajian Quranic Business Series tanggal 23 Juli 2021 kemarin tentang bagaimana kita merespon kriris. Bagaimana Nabi Musa mengajak kaumnya untuk bersyukur dengan melihat kembali nikmat yang sudah Allah berikan sebelum episode berat dan lamanya perjalanan eksodus mereka dari Mesir ke Palestina.

Kesyukuran yang utama adalah lepas dari cengkeraman Fir’aun, karena itu yang dikeluhkan selama masa perbudakan Bani Israil di Mesir. Dampaknya adalah anak-anak laki-laki mereka yang tidak akan dibunuhi lagi di masa depan, dan juga selamat dari kejaran pasukan Fir’aun di laut Merah.

Kembali ke anak-anak saya. Saya juga ceritakan apa-apa yang sudah didapatkan selama 17 (dan 14) tahun berlalu. Kemana saja kami pernah pergi, barang-barang apa yang pernah mereka miliki. Tujuannya untuk menggugah rasa syukur mereka atas apa yang sudah Allah berikan. Bahwa mereka sudah ternyata sudah pernah mendapatkan apa yang teman-teman mereka dapatkan hari ini.

Tapi dua hal yang saya pelajari dari anak saya.

Pertama, Bahwa kita tidak perlu berharap apapun dari makhluk. Karena ujungnya pasti kekecewaan. Waktu yang akan menjawab. Banyak hal yang kita baru pahami tentang perlakukan orang tua kita dulu ketika kita juga sudah jadi orang tua.

Oh, jadi ini yang dulu dirasakan oleh papa mama kita

Kedua, semakin banyak kita memberi, semakin besar peluang kita untuk dilupakan. Maka jadilah legowo, besar hati. Karena terlalu sering memberi, jadi pemberian itu berpotensi akan dirasa biasa saja. Tapi itu tidak membuat orang tua untuk berhenti memberi ke anak-anaknya kan? Walaupun terkadang ada orang tua yang dibentak, dicuekin, dicibir.

Dan itu tidak membuat kita untuk berhenti berbuat baik hanya karena orang-orang yang kita beri tidak merespon seperti yang kita inginkan.

Eh, Jangan-jangan kita juga dulu seperti itu.

Dan ujung dari tulisan ini adalah sebuah jawaban mengapa (baca : pantes aja) kita sangat sering lupa dan abai pada DZAT yang telah memberikan semuanya pada kita, saking banyaknya, saking seringnya, saking tak terhitungnya. Jadi terasa biasa aja. Ya, Dialah Allah Subhanahu wa Ta’ala

Best Regards
The World of Gusnul Pribadi

Leave a comment